The Graffiti of Judith Diaz











{June 11, 2011}   Lihat diriku…

Aku ingin kau melihat diriku.

Sekali saja.

Malam ini saja.

Setelah itu aku akan izinkan kau untuk pergi dari hidupku.

Engkau, dirimu, tubuhmu… kurelakan untuk pergi selamanya.

Tapi tidak dengan bayangmu, kata kata indahmu, rasa manis dibibirku karena ciumanmu…

Jika semua itu harus juga kulupakan, sama saja engkau membunuh jiwaku

Tolonglah… Lihat diriku…

Sekali lagi…

Apakah kini aku begitu menjijikkan bagimu?

Sampai kau tidak mau sekedar untuk melirikku?

Bukankah dulu kau begitu merinduiku?

Disetiap malammu…

Akan ada tawaku yang berderai bahagia…

Hati yang berdebar-debar akan geraian rambutku

Dan kegemasan atas diriku yang manja…

Aku minta kau datang malam ini…

Dan lihat aku baik-baik…

Apakah aku masih wanita yang sama yang kau cintai dulu?

Kau pasti akan memalingkan wajahmu dan berkata ‘tidak’.

Kau tidak akan pernah melihatku terduduk di tengah malam seperti ini

Sendirian. Di cafe murahan. Merokok puluhan batang. Minum.

Menangis sepanjang malam.

Tersedu sedan.

Aku tersesat.

karena begitu mencintaimu.

Menggilaimu.

Lihatlah aku…

Tidakkah sebersitpun hatimu tersentuh akan

pengakuanku? akan kepedihanku?

Aku seorang wanita, yang memohon cinta padamu…

Dengan kekosongan harga diri…

Haaha..!

Aku tertawa pedih. Sesungguhnya aku sangat menyadari ironisnya keadaan diriku sekarang.

Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Selain menghabiskan malam-malamku seperti ini…

Hatiku telah mati. Hitam. Berantakan.

Kecantikanku telah pudar. Gemerlap hidupku telah layu.

Semua kekayaan, karier dan keanggunan ku telah mencair…

Lenyap entah kemana.

Tepat setelah kau memutuskan untuk hidup bersamanya.

Kau! Katakan padaku kenapa dia yang kau pilih?

Katakan… tolong katakan…

Bukankah kau selalu merangkul mesra diriku ketika kita bertiga berjalan bersama?

Bukankah kau selalu memujiku di depannya?

Kau tidak melupakan bahwa aku adalah nafasmu bukan?

Kau tidak mungkin bisa melupakan bahwa kau… mencintaiku,kan?

Lalu… kenapa kau kini bersamanya?

Kau kekasihku… Kau adalah kekasihku….

Yang meninggalkanku untuk bersama sahabatku…

Atau… apakah selama ini Jeihan lah yang kau lihat? bukan diriku…?!

Apakah tatapan penuh makna cinta itu kau berikan untuknya?… Bukan untukku?

Bila itu yang terjadi,

Setidaknya ku ingin kau lihat diriku malam ini…

Dan katakan padaku bahwa kau telah cukup puas

melihatku begini…

Menyakiti batinku….

Merusak tubuhku…

Kau, datanglah malam ini…

Aku ingin bertemu, ingin belajar darimu…

Bagaimana caranya untuk membenci dirimu,

Seperti engkau yang telah berhasil membenci diriku….

Lagi-lagi aku tertawa sendirian.

Sebelum kureguk minuman terakhirku.

Lalu kepalaku mulai terasa ringan. Sangat ringan. Terlalu ringan. Lalu terlihat gelap. Dan aku mulai tak merasakan apa-apa. Ah, kedamaian yang tengah kunantikan…

* * *

Riza berdiri diujung ruangan cafe yang padat itu. Badannya bergetar dan tangannya memeluk tubuhnya sendiri dengan kencang. Sebagai pria, ia belum pernah menangis seperti saat ini. Ia menggigit bibirnya sendiri agar bisa menghentikan rasa syok yang melanda dirinya sekarang.

Dipandanginya wanita yang tertelungkup diatas meja itu dari jauh, didalam keremangan cahaya lampu. Ingin rasanya ia berteriak, mengucapkan nama wanita itu, dan menariknya pulang.  Wanita itu akan kembali dipeluknya dengan sayang, dan dicintai dengan sepenuh hatinya seperti dulu. Namun langkah kakinya tetap tertahan.

Riza membenarkan letak topinya, dan lebih dibenamkan pada kepalanya, menutupi wajahnya yang muram. Lalu dia malah membalikkan badannya, dan keluar dari cafe dengan gontai.

Maafkan aku sayang, aku tetap tidak mampu menemuimu malam ini. Sama seperti malam-malam lainnya dimana kau selalu memanggil diriku. Aku tidak bisa …

           Riza memasuki mobil sedan biru yang terparkir tepat disamping cafe. Begitu duduk di depan setir, ia tidak segera menyalakan mobilnya, tetapi menatapi layar Blackberry ditangannya. Pesan dari  Jeihan yang dikirim beberapa minggu lalu masih disimpannya.

Riza, I am positive. We need to talk.

* * *



et cetera